KERIS SAKTI MPU GANDRING
KERIS SAKTI MPU GANDRING
Mungkin anda sudah pernah mendengar tentang keris Mpu Gandring, tapi bukan keris ini yang saya maksud. Keris yang dibuat seorang empu dari desa Lulumbang ( Sekarang Wlingi-Blitar) itu ternyata masih punya pesaing yang diyakini punya tuah sakti lebih dahsyat dan kharismatik. Lalu keris apa ?
Sebelum keris ini diciptakan, Keris Empu Gandring memang cukup populer dan fenomenal karena mengiringi kesejarahan berdirinya Singosari dan berlanjut ke Majapahit. Namun tidak ada salahnya saya membagi tulisan ini dalam point-point singkat dibawah ini :
Apa itu Keris
Keris adalah sebilah besi tipis, bersisi tajam di kanan kiri, dengan ujung runcing yang bisa digolongkan sebagai senjata tikam jenis belati. Ada kalanya empu (sebutan untuk pembuat keris) membuat variasi tersendiri terhadap model keris. Namun yang paling umum adalah keris yang berbentuk lurus dan ada pula yang berkelok-kelok.
Pada masa lalu, keris memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
sebagai senjata dalam duel maupun peperangan
sebagai pelengkap ritual (sesaji).
Sebagai sumber kekuatan batin dan spiritual
Sebagai symbol pemerintahan (pusaka) yang diluhurkan
Fungsi keris pada masa kini adalah
Sebagai karya seni, koleksi dan konservasi kebudayaan (tahun 2005 telah terdaftar di UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Non-Bendawi Manusia)
Sebagai penambah sugesti spiritual
Istilah penyebutan Keris sendiri di temukan dari Prasasti Karang Tengah yang menggunakan angka tahun 824 Masehi. Senada dengan prasasti, di Candi Borobudur juga terdapat penggambaran sebuah benda mirip keris pada salah satu relief. Hal ini mengidentifikasikan bahwa keris memang sudah menjadi bagian dari masyarakat kala itu, mengingat Prasasti Karang Tengah dan Candi Borobudur sama-sama dibuat ditahun 800-an.
Keris terus mengalami transformasi bentuk dan modifikasi, mulai dari wujud polos mirip belati hingga menjadi seperti yang kita ketahui sekarang. Namun bisa dikatakan budaya perkerisan mencapai perkembangan yang cukup signifikan di era awal Singasari hingga Majapahit.
Oke, sebelum saya menulis kisah keris paling sakti yang saya maksud, terlebih dahulu saya akan menulis tentang Keris Empu Gandring sebagai pengantar
Keris Empu Gandring
Adalah sebuah keris yang digarap pengerjaannya oleh seorang Empu (pakar) terkemuka bernama Gandring. Empu Gandring banyak memproduksi karya-karyanya di desa Lulumbang yang diperkirakan sekarang letaknya di sekitar Wlingi – Blitar. Sampai sekarang daerah tersebut masih ditemukan jejak-jejak para pande besi maupun empu keris ( Salah satu yang cukup ternama adalah Almarhum Bapak Sumodadi ).
Keberadaan keris Empu Gandring saat ini memang masih misterius walaupun kesejarahannya tercatat dalam Serat Pararaton ( KItab Raja-Raja). Keris ini dianggap pemicu bencana turun temurun dalam suksesi kepemimpinan Singasari. Kutukan sang empu yang terbunuh oleh keris buatannya sendiri ini , dikisahkan terus menyertai Singasari bahkan sampai runtuhnya kerajaan berhaluan Tantrayana tersebut. Dari ujaran beberapa spiritualis yang pernah saya dengar, keris Empu Gandring dibuat dari bahan baku batu meteor sehingga elemennya sangat keras. Bahkan lumpang batu milik Empu Gandringpun hancur berkeping-keping ketika keris tersebut di uji coba oleh Ken Arok.
Empu Gandring sesungguhnya berniat membuat karya yang paling master piece sehingga rencana produksi diperkirakan memakan waktu 7 bulan. Selama itu pula Empu Gandring mengerahkan seluruh energi raga maupun spiritual guna menyempurnakan karya terbaiknya. Namun belum genap waktu yang ditentukan, Ken Arok selaku pengorder , telah meminta keris tersebut . Akibat belum selesainya seluruh proses, berbagai tuah buruk yang terdapat dalam keris belum berhasil ditaklukkan , bahkan Empu Gandring menambahinya dengan 7 setan dendam yang akan langsung bekerja saat dirinya tewas.
Lenyapnya Keris dan Kematian Tohjaya
Di riwayatkan kemudian berturut-turut 7 orang tewas oleh keris tersebut, salah satunya adalah Ken Arok sendiri. Keris Empu Gandring diperkirakan lenyap dalam perlarian Apanji Tohjaya, Raja Singasari yang hanya memerintah satu tahun ( 1249 - 1250). Kala itu dua keponakannya, Ranggawuni dan Mahesa Cempaka melakukan pemberontakan besar-besaran sehingga membuat Tohjaya terluka oleh tombak dan lari ke desa Katang Lumbang ( sekarang di sekitar Pasuruan). Sebelum mengungsi, Tohjaya sempat memerintahkan pengawalnya untuk membawa kabur keris Empu Gandring bersamanya. Celakanya, dalam pelariannya yang luka parah, sesuatu hal yang tidak mengenakkan dialami Tohjaya. Si pengawal pembawa keris sekaligus pemikul tandu bagian depan, melorot celananya sehingga nampaklah bagian belahan pantat. Bagi Tohjaya ini pertanda buruk, sebuah arti bahwa dia tidak akan pernah jadi Raja. Maka, meski dalam keadaan luka, Tohjaya turun dari tandu lalu menombak sang pengawal. Si pengawal secara refleks menghindar sekaligus menyerang balik dengan keris Empu Gandring yang sedang dibawanya. Dada Tohjaya jebol.
Pupuh Serat Pararaton yang saya temukan, meski tidak lengkap, menuliskan cuplikan kemarahan Tohjaya karena ketidak sengajaan pengawalnya tersebut :
Yogha kagyat sira Panji Tohjaya, malajeng kapisah, tinumbak tan kapisanan, marin ing geger, rinuruh den ing kawulan ira. Pinikul pinalayoken mareng Katang Lumbang. Kang amikul kasingse gadage, katon pamungkure. Ling ira Panji Tohjaya ring kang amikul: ‘Beciki gadagta katon pamungkure.’ Sangkan ing tan awet ratu dene silit iku.
Terjemahan bebasnya kira-kira dibawah ini :
Panji Tohjaya sangat terperanjat, lari terpisah, namun dia tertombak meski cuma sekali. Setelah keadaan kondusif, para pengawal (kawulan) mencari dan memikulnya ke Katang Lumbang. Saat memikul seorang pengusung tandu terlepas celananya sehingga tampaklah bagian bokong.
Panji Tohjaya membentak “Rapikan celanamu, pantatmu kelihatan. Aku tidak akan awet jadi Raja gara-gara pantat itu !"
Tohjaya dimakamkan dalam suasana sederhana dan sepi, bahkan dimungkinkan jenasahnya di tinggalkan begitu saja di Katang Lumbang oleh pengawalnya yang tersisa. Keris Empu Gandring sendiri nampaknya juga di buang di TKP sehingga sulit melacaknya lagi.
Keris Empu Gandring menjadi sangat populer di telinga banyak orang karena membayangi kehidupan raja-raja Singasari. Namun keris yang satu ini rasanya tak kalah spektakuler, bahkan bisa jadi 100 kali lebih hebat ketimbang keris Empu Gandring.
Pada bahasan sebelumnya saya telah menulis tentang sedikit sejarah keris, juga tentang sebuah keris lain yang cukup populer, yakni Keris Empu Gandring, mulai sejak proses produksi awal hingga masa kelenyapannya di daerah Katang Lumbang berbarengan dengan tewasnya Tohjaya.
Lalu keris apa sebenarnya yang bisa melebihi kemampuan fisik dan spiritual keris Empu Gandring ? Sekali lagi ini hanya hasil prediksi setelah melihat dan membandingkannya dengan POINT-KERIS EMPU GANDRING Anda boleh setuju tapi boleh saja tidak. Diskusi mengenai keris legenda sepertinya memang sulit berujung. Tapi inilah keris sakti yang lahir di masa Majapahit itu versi saya.
latar belakang penciptaan.
Perkembangan Majapahit menjadi sebuah kerajaan yang adikuasa dan super power, menjadikan pusat pemerintahan sebagai magnet dan daya tarik tersendiri bagi kaum urban. Apalagi kalau bukan untuk mengadu nasib.
Sebagai sebuah daerah yang mempertemukan berbagai elemen kerajaan dari pelosok wilayah nusantara, baik secara social, budaya, ekonomi maupun politik, tentu tidak lepas dari sejumlah permasalahan di tingkat arus bawah. Di tingkat pejabat pun sering sekali terjadi friksi yang bisa berujung pada pemberontakan seperti masa-masa kelam era Jayanegara. Kala itu, para Jenderal yang tergabung dalam Dewan Dharma Putra justru memberontak satu persatu dan terus menerus, bahkan hampir saja menumbangkan pemerintahan yang sah kalau saja seorang perwira menengah dari kompi kawal Bhayangkara bernama Dipa ( kelak bernama Gajah Mada), tidak berusaha mengembalikan raja ke tahta.
Meski akhirnya Jayanegara berhasil kembali ke tahta, raja muda ini malah mati di kamar sendiri akibat di bunuh oleh dokter pribadi bernama Ra Tanca.
Kematian Jayanegara menandai Orde Lama telah berakhir. Tribhuwana Wijaya Tunggadewi yang menggantikan kakak tirinya, menunjuk Dipa sebagai Rakryan Patih Majapahit pada tahun 1334. Sejak saat itu juga Dipa menggunakan nama Gajah Mada.
Meski perempuan, Tribhuwana nampak piawai dalam memimpin dan mengembangkan pemerintahan. Terbukti wilayah Majapahit menjadi sangat luas secara geografis. Gajah Mada sendiri juga terus menerus membuktikan Sumpah Palapanya untuk mewujudkan suatu wilayah yang kemudian di sebut Nusantara.
Konsentrasi Tribhuwana pada pengembangan wilayah politik ini secara otomatis juga berimbas pada perkembangan dunia kemiliteran. Majapahit banyak menetaskan para pakar senjata yang kemudian melakukan berbagai eksperiment persenjataan. Keris adalah salah satu obyeknya. Dimana-mana terjadi eforia keris. Bukan hanya para prajurit, orang awampun selalu membawa keris kemanapun mereka pergi (walaupun dalam upacara pernikahan - agaknya hal ini kelak menjadi tradisi orang jawa).
Saking luar biasanya trend ini, seorang anggota ekspedisi Cheng Ho, yang bernama Ma Huan membuat catatan di tahun 1416 tentang kebiasaan orang-orang Majapahit yang kemanapun pergi selalu membawa pu-la-t'ou (keris) dan diselipkan pada ikat pinggang.
Seiring dengan perkembangan di berbagai lini, mereka yang tak dapat mengikuti pesatnya kemajuan seperti tertinggalkan. Terjadi jenjang yang cukup lebar di Majapahit antara kaum jelata dengan kaum pengusaha maupun birokrat. Sejumlah gesekan terjadi di tingkat bawah maupun atas. Maka, untuk mengatasi hal ini, tercetuslah gagasan rekonsiliasi nasional guna menghalangi terulangnya sejarah pemberontakan seperti era orde lama ( Era Jayanegara).
DPR / MPR kemudian merumuskan suatu keputusan yang cukup fenomenal dalam asas gotong royong , yakni menciptakan sekaligus meluhurkan sebuah simbol persatuan kesatuan secara fisik maupun spiritual. Di wujudkan dalam bentuk keris yang dinamakan “ Keris Condong Campur “
Proses Produksi
100 orang pakar keris dan pakar spiritual berkumpul di pusat pemerintahan untuk melakukan konsolidasi membuat master plan. (bandingkan dengan keris empu Gandring yang hanya dikerjakan satu orang) Dalam diskusi yang panjang nan melelahkan, akhirnya berhasil diambil keputusan tentang bentuk dan elemen-elemen yang digunakan.
Mengacu pada wikipedia.org berikut ini keterangan kerisnya :
Keris ini merupakan salah satu dapur keris lurus. Panjang bilahnya sedang dengan kembang kacang, satu lambe gajah, satu sogokan di depan dan ukuran panjangnya sampai ujung bilah, sogokan belakang tidak ada. Selain itu, keris ini juga menggunakan gusen dan lis-lis-an.
Condong Campur merupakan suatu perlambang keinginan untuk menyatukan perbedaan. Condong berarti miring yang mengarah ke suatu titik, yang berarti keberpihakan atau keinginan. Sedangkan campur berarti menjadi satu atau perpaduan. Dengan demikian, Condong Campur adalah keinginan untuk menyatukan suatu keadaan tertentu.
Sayangnya, dalam proses produksi, tetap saja tidak terjadi titik temu. Masing-masing ahli saling menonjolkan kemampuannya sendiri sehingga dikabarkan, tuah dalam keris banyak berisi kegaiban buruk. Kekuatan spiritual yang ditanamkan saling berbenturan dan mengakibatkan keris Condong Campur memiliki watak mengerikan namun berkekuatan dahsyat.
Lenyapnya Keris
Meski telah berwujud, perseteruan panjang masih terus berlanjut diantara 100 empu tersebut. Perpecahan kembali terjadi. Masing-masing golongan menciptakan keris tandingan yang tujuannya adalah untuk menghancurkan Keris Condong Campur.
Keris tandingan pertama di beri nama “Sabuk Inten”, yang artinya Ikat Pinggang Permata. Produksi keris ini di dukung oleh kalangan bisnisman dan pejabat tinggi. Keris dari golongan kedua diberi nama “Sengkelat “ yang artinya “ Sengkel Atine ( Jengkel Hatinya ) “. Produksi keris Sengkelat di dukung oleh kaum anti kemapanan yang terpinggirkan.
Konon, suatu malam Keris Sabuk Inten di lepaskan untuk mengadu kesaktian dengan Keris Condong Campur. Dua tuah sakti berikut para pengikut gaibnya bertempur di udara dengan gegap gempita. Bumi bergetar dan langit penuh cahaya. Pertempuran gaib ini dimenangkan oleh Condong Campur, sementara Sabuk Inten menyelamatkan diri dengan bersembunyi pada kedalaman bumi.
Pada malam yang lain, ganti Sengkelat yang diluncurkan menghantam kedudukan Condong Campur. Kekalahan Sabuk Inten rupanya menjadi pelajaran bagi operator Sengkelat untuk memperkuat kesaktian keris tersebut. Dukungan berduyun-duyun secara spiritual dari kalangan arus bawah membuat Sengkelat berhasil memukul mundur posisi pertahanan Condong Campur. Keris itupun melarikan diri bersembunyi di antara galaksi jagad raya. Sebelum kabur, Condong Campur sempat membuat ikrar, bahwa dirinya akan datang kembali ke bumi pada masa 500 tahun ke depan untuk membuat bencana dan parade kematian.
Mungkin anda sudah pernah mendengar tentang keris Mpu Gandring, tapi bukan keris ini yang saya maksud. Keris yang dibuat seorang empu dari desa Lulumbang ( Sekarang Wlingi-Blitar) itu ternyata masih punya pesaing yang diyakini punya tuah sakti lebih dahsyat dan kharismatik. Lalu keris apa ?Sebelum keris ini diciptakan, Keris Empu Gandring memang cukup populer dan fenomenal karena mengiringi kesejarahan berdirinya Singosari dan berlanjut ke Majapahit. Namun tidak ada salahnya saya membagi tulisan ini dalam point-point singkat dibawah ini :
Apa itu Keris
Keris adalah sebilah besi tipis, bersisi tajam di kanan kiri, dengan ujung runcing yang bisa digolongkan sebagai senjata tikam jenis belati. Ada kalanya empu (sebutan untuk pembuat keris) membuat variasi tersendiri terhadap model keris. Namun yang paling umum adalah keris yang berbentuk lurus dan ada pula yang berkelok-kelok.
Pada masa lalu, keris memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
sebagai senjata dalam duel maupun peperangan
sebagai pelengkap ritual (sesaji).
Sebagai sumber kekuatan batin dan spiritual
Sebagai symbol pemerintahan (pusaka) yang diluhurkan
Fungsi keris pada masa kini adalah
Sebagai karya seni, koleksi dan konservasi kebudayaan (tahun 2005 telah terdaftar di UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Non-Bendawi Manusia)
Sebagai penambah sugesti spiritual
Istilah penyebutan Keris sendiri di temukan dari Prasasti Karang Tengah yang menggunakan angka tahun 824 Masehi. Senada dengan prasasti, di Candi Borobudur juga terdapat penggambaran sebuah benda mirip keris pada salah satu relief. Hal ini mengidentifikasikan bahwa keris memang sudah menjadi bagian dari masyarakat kala itu, mengingat Prasasti Karang Tengah dan Candi Borobudur sama-sama dibuat ditahun 800-an.
Keris terus mengalami transformasi bentuk dan modifikasi, mulai dari wujud polos mirip belati hingga menjadi seperti yang kita ketahui sekarang. Namun bisa dikatakan budaya perkerisan mencapai perkembangan yang cukup signifikan di era awal Singasari hingga Majapahit.
Oke, sebelum saya menulis kisah keris paling sakti yang saya maksud, terlebih dahulu saya akan menulis tentang Keris Empu Gandring sebagai pengantar
Keris Empu Gandring
Adalah sebuah keris yang digarap pengerjaannya oleh seorang Empu (pakar) terkemuka bernama Gandring. Empu Gandring banyak memproduksi karya-karyanya di desa Lulumbang yang diperkirakan sekarang letaknya di sekitar Wlingi – Blitar. Sampai sekarang daerah tersebut masih ditemukan jejak-jejak para pande besi maupun empu keris ( Salah satu yang cukup ternama adalah Almarhum Bapak Sumodadi ).
Keberadaan keris Empu Gandring saat ini memang masih misterius walaupun kesejarahannya tercatat dalam Serat Pararaton ( KItab Raja-Raja). Keris ini dianggap pemicu bencana turun temurun dalam suksesi kepemimpinan Singasari. Kutukan sang empu yang terbunuh oleh keris buatannya sendiri ini , dikisahkan terus menyertai Singasari bahkan sampai runtuhnya kerajaan berhaluan Tantrayana tersebut. Dari ujaran beberapa spiritualis yang pernah saya dengar, keris Empu Gandring dibuat dari bahan baku batu meteor sehingga elemennya sangat keras. Bahkan lumpang batu milik Empu Gandringpun hancur berkeping-keping ketika keris tersebut di uji coba oleh Ken Arok.
Empu Gandring sesungguhnya berniat membuat karya yang paling master piece sehingga rencana produksi diperkirakan memakan waktu 7 bulan. Selama itu pula Empu Gandring mengerahkan seluruh energi raga maupun spiritual guna menyempurnakan karya terbaiknya. Namun belum genap waktu yang ditentukan, Ken Arok selaku pengorder , telah meminta keris tersebut . Akibat belum selesainya seluruh proses, berbagai tuah buruk yang terdapat dalam keris belum berhasil ditaklukkan , bahkan Empu Gandring menambahinya dengan 7 setan dendam yang akan langsung bekerja saat dirinya tewas.
Lenyapnya Keris dan Kematian Tohjaya
Di riwayatkan kemudian berturut-turut 7 orang tewas oleh keris tersebut, salah satunya adalah Ken Arok sendiri. Keris Empu Gandring diperkirakan lenyap dalam perlarian Apanji Tohjaya, Raja Singasari yang hanya memerintah satu tahun ( 1249 - 1250). Kala itu dua keponakannya, Ranggawuni dan Mahesa Cempaka melakukan pemberontakan besar-besaran sehingga membuat Tohjaya terluka oleh tombak dan lari ke desa Katang Lumbang ( sekarang di sekitar Pasuruan). Sebelum mengungsi, Tohjaya sempat memerintahkan pengawalnya untuk membawa kabur keris Empu Gandring bersamanya. Celakanya, dalam pelariannya yang luka parah, sesuatu hal yang tidak mengenakkan dialami Tohjaya. Si pengawal pembawa keris sekaligus pemikul tandu bagian depan, melorot celananya sehingga nampaklah bagian belahan pantat. Bagi Tohjaya ini pertanda buruk, sebuah arti bahwa dia tidak akan pernah jadi Raja. Maka, meski dalam keadaan luka, Tohjaya turun dari tandu lalu menombak sang pengawal. Si pengawal secara refleks menghindar sekaligus menyerang balik dengan keris Empu Gandring yang sedang dibawanya. Dada Tohjaya jebol.
Pupuh Serat Pararaton yang saya temukan, meski tidak lengkap, menuliskan cuplikan kemarahan Tohjaya karena ketidak sengajaan pengawalnya tersebut :
Yogha kagyat sira Panji Tohjaya, malajeng kapisah, tinumbak tan kapisanan, marin ing geger, rinuruh den ing kawulan ira. Pinikul pinalayoken mareng Katang Lumbang. Kang amikul kasingse gadage, katon pamungkure. Ling ira Panji Tohjaya ring kang amikul: ‘Beciki gadagta katon pamungkure.’ Sangkan ing tan awet ratu dene silit iku.
Terjemahan bebasnya kira-kira dibawah ini :
Panji Tohjaya sangat terperanjat, lari terpisah, namun dia tertombak meski cuma sekali. Setelah keadaan kondusif, para pengawal (kawulan) mencari dan memikulnya ke Katang Lumbang. Saat memikul seorang pengusung tandu terlepas celananya sehingga tampaklah bagian bokong.
Panji Tohjaya membentak “Rapikan celanamu, pantatmu kelihatan. Aku tidak akan awet jadi Raja gara-gara pantat itu !"
Tohjaya dimakamkan dalam suasana sederhana dan sepi, bahkan dimungkinkan jenasahnya di tinggalkan begitu saja di Katang Lumbang oleh pengawalnya yang tersisa. Keris Empu Gandring sendiri nampaknya juga di buang di TKP sehingga sulit melacaknya lagi.
Keris Empu Gandring menjadi sangat populer di telinga banyak orang karena membayangi kehidupan raja-raja Singasari. Namun keris yang satu ini rasanya tak kalah spektakuler, bahkan bisa jadi 100 kali lebih hebat ketimbang keris Empu Gandring.
Pada bahasan sebelumnya saya telah menulis tentang sedikit sejarah keris, juga tentang sebuah keris lain yang cukup populer, yakni Keris Empu Gandring, mulai sejak proses produksi awal hingga masa kelenyapannya di daerah Katang Lumbang berbarengan dengan tewasnya Tohjaya.
Lalu keris apa sebenarnya yang bisa melebihi kemampuan fisik dan spiritual keris Empu Gandring ? Sekali lagi ini hanya hasil prediksi setelah melihat dan membandingkannya dengan POINT-KERIS EMPU GANDRING Anda boleh setuju tapi boleh saja tidak. Diskusi mengenai keris legenda sepertinya memang sulit berujung. Tapi inilah keris sakti yang lahir di masa Majapahit itu versi saya.
latar belakang penciptaan.
Perkembangan Majapahit menjadi sebuah kerajaan yang adikuasa dan super power, menjadikan pusat pemerintahan sebagai magnet dan daya tarik tersendiri bagi kaum urban. Apalagi kalau bukan untuk mengadu nasib.
Sebagai sebuah daerah yang mempertemukan berbagai elemen kerajaan dari pelosok wilayah nusantara, baik secara social, budaya, ekonomi maupun politik, tentu tidak lepas dari sejumlah permasalahan di tingkat arus bawah. Di tingkat pejabat pun sering sekali terjadi friksi yang bisa berujung pada pemberontakan seperti masa-masa kelam era Jayanegara. Kala itu, para Jenderal yang tergabung dalam Dewan Dharma Putra justru memberontak satu persatu dan terus menerus, bahkan hampir saja menumbangkan pemerintahan yang sah kalau saja seorang perwira menengah dari kompi kawal Bhayangkara bernama Dipa ( kelak bernama Gajah Mada), tidak berusaha mengembalikan raja ke tahta.
Meski akhirnya Jayanegara berhasil kembali ke tahta, raja muda ini malah mati di kamar sendiri akibat di bunuh oleh dokter pribadi bernama Ra Tanca.
Kematian Jayanegara menandai Orde Lama telah berakhir. Tribhuwana Wijaya Tunggadewi yang menggantikan kakak tirinya, menunjuk Dipa sebagai Rakryan Patih Majapahit pada tahun 1334. Sejak saat itu juga Dipa menggunakan nama Gajah Mada.
Meski perempuan, Tribhuwana nampak piawai dalam memimpin dan mengembangkan pemerintahan. Terbukti wilayah Majapahit menjadi sangat luas secara geografis. Gajah Mada sendiri juga terus menerus membuktikan Sumpah Palapanya untuk mewujudkan suatu wilayah yang kemudian di sebut Nusantara.
Konsentrasi Tribhuwana pada pengembangan wilayah politik ini secara otomatis juga berimbas pada perkembangan dunia kemiliteran. Majapahit banyak menetaskan para pakar senjata yang kemudian melakukan berbagai eksperiment persenjataan. Keris adalah salah satu obyeknya. Dimana-mana terjadi eforia keris. Bukan hanya para prajurit, orang awampun selalu membawa keris kemanapun mereka pergi (walaupun dalam upacara pernikahan - agaknya hal ini kelak menjadi tradisi orang jawa).
Saking luar biasanya trend ini, seorang anggota ekspedisi Cheng Ho, yang bernama Ma Huan membuat catatan di tahun 1416 tentang kebiasaan orang-orang Majapahit yang kemanapun pergi selalu membawa pu-la-t'ou (keris) dan diselipkan pada ikat pinggang.
Seiring dengan perkembangan di berbagai lini, mereka yang tak dapat mengikuti pesatnya kemajuan seperti tertinggalkan. Terjadi jenjang yang cukup lebar di Majapahit antara kaum jelata dengan kaum pengusaha maupun birokrat. Sejumlah gesekan terjadi di tingkat bawah maupun atas. Maka, untuk mengatasi hal ini, tercetuslah gagasan rekonsiliasi nasional guna menghalangi terulangnya sejarah pemberontakan seperti era orde lama ( Era Jayanegara).
DPR / MPR kemudian merumuskan suatu keputusan yang cukup fenomenal dalam asas gotong royong , yakni menciptakan sekaligus meluhurkan sebuah simbol persatuan kesatuan secara fisik maupun spiritual. Di wujudkan dalam bentuk keris yang dinamakan “ Keris Condong Campur “
Proses Produksi
100 orang pakar keris dan pakar spiritual berkumpul di pusat pemerintahan untuk melakukan konsolidasi membuat master plan. (bandingkan dengan keris empu Gandring yang hanya dikerjakan satu orang) Dalam diskusi yang panjang nan melelahkan, akhirnya berhasil diambil keputusan tentang bentuk dan elemen-elemen yang digunakan.
Mengacu pada wikipedia.org berikut ini keterangan kerisnya :
Keris ini merupakan salah satu dapur keris lurus. Panjang bilahnya sedang dengan kembang kacang, satu lambe gajah, satu sogokan di depan dan ukuran panjangnya sampai ujung bilah, sogokan belakang tidak ada. Selain itu, keris ini juga menggunakan gusen dan lis-lis-an.
Condong Campur merupakan suatu perlambang keinginan untuk menyatukan perbedaan. Condong berarti miring yang mengarah ke suatu titik, yang berarti keberpihakan atau keinginan. Sedangkan campur berarti menjadi satu atau perpaduan. Dengan demikian, Condong Campur adalah keinginan untuk menyatukan suatu keadaan tertentu.
Sayangnya, dalam proses produksi, tetap saja tidak terjadi titik temu. Masing-masing ahli saling menonjolkan kemampuannya sendiri sehingga dikabarkan, tuah dalam keris banyak berisi kegaiban buruk. Kekuatan spiritual yang ditanamkan saling berbenturan dan mengakibatkan keris Condong Campur memiliki watak mengerikan namun berkekuatan dahsyat.
Lenyapnya Keris
Meski telah berwujud, perseteruan panjang masih terus berlanjut diantara 100 empu tersebut. Perpecahan kembali terjadi. Masing-masing golongan menciptakan keris tandingan yang tujuannya adalah untuk menghancurkan Keris Condong Campur.
Keris tandingan pertama di beri nama “Sabuk Inten”, yang artinya Ikat Pinggang Permata. Produksi keris ini di dukung oleh kalangan bisnisman dan pejabat tinggi. Keris dari golongan kedua diberi nama “Sengkelat “ yang artinya “ Sengkel Atine ( Jengkel Hatinya ) “. Produksi keris Sengkelat di dukung oleh kaum anti kemapanan yang terpinggirkan.
Konon, suatu malam Keris Sabuk Inten di lepaskan untuk mengadu kesaktian dengan Keris Condong Campur. Dua tuah sakti berikut para pengikut gaibnya bertempur di udara dengan gegap gempita. Bumi bergetar dan langit penuh cahaya. Pertempuran gaib ini dimenangkan oleh Condong Campur, sementara Sabuk Inten menyelamatkan diri dengan bersembunyi pada kedalaman bumi.
Pada malam yang lain, ganti Sengkelat yang diluncurkan menghantam kedudukan Condong Campur. Kekalahan Sabuk Inten rupanya menjadi pelajaran bagi operator Sengkelat untuk memperkuat kesaktian keris tersebut. Dukungan berduyun-duyun secara spiritual dari kalangan arus bawah membuat Sengkelat berhasil memukul mundur posisi pertahanan Condong Campur. Keris itupun melarikan diri bersembunyi di antara galaksi jagad raya. Sebelum kabur, Condong Campur sempat membuat ikrar, bahwa dirinya akan datang kembali ke bumi pada masa 500 tahun ke depan untuk membuat bencana dan parade kematian.
Sebelum keris ini diciptakan, Keris Empu Gandring memang cukup populer dan fenomenal karena mengiringi kesejarahan berdirinya Singosari dan berlanjut ke Majapahit. Namun tidak ada salahnya saya membagi tulisan ini dalam point-point singkat dibawah ini :
Apa itu Keris
Keris adalah sebilah besi tipis, bersisi tajam di kanan kiri, dengan ujung runcing yang bisa digolongkan sebagai senjata tikam jenis belati. Ada kalanya empu (sebutan untuk pembuat keris) membuat variasi tersendiri terhadap model keris. Namun yang paling umum adalah keris yang berbentuk lurus dan ada pula yang berkelok-kelok.
Pada masa lalu, keris memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
sebagai senjata dalam duel maupun peperangan
sebagai pelengkap ritual (sesaji).
Sebagai sumber kekuatan batin dan spiritual
Sebagai symbol pemerintahan (pusaka) yang diluhurkan
Fungsi keris pada masa kini adalah
Sebagai karya seni, koleksi dan konservasi kebudayaan (tahun 2005 telah terdaftar di UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Non-Bendawi Manusia)
Sebagai penambah sugesti spiritual
Istilah penyebutan Keris sendiri di temukan dari Prasasti Karang Tengah yang menggunakan angka tahun 824 Masehi. Senada dengan prasasti, di Candi Borobudur juga terdapat penggambaran sebuah benda mirip keris pada salah satu relief. Hal ini mengidentifikasikan bahwa keris memang sudah menjadi bagian dari masyarakat kala itu, mengingat Prasasti Karang Tengah dan Candi Borobudur sama-sama dibuat ditahun 800-an.
Keris terus mengalami transformasi bentuk dan modifikasi, mulai dari wujud polos mirip belati hingga menjadi seperti yang kita ketahui sekarang. Namun bisa dikatakan budaya perkerisan mencapai perkembangan yang cukup signifikan di era awal Singasari hingga Majapahit.
Oke, sebelum saya menulis kisah keris paling sakti yang saya maksud, terlebih dahulu saya akan menulis tentang Keris Empu Gandring sebagai pengantar
Keris Empu Gandring
Adalah sebuah keris yang digarap pengerjaannya oleh seorang Empu (pakar) terkemuka bernama Gandring. Empu Gandring banyak memproduksi karya-karyanya di desa Lulumbang yang diperkirakan sekarang letaknya di sekitar Wlingi – Blitar. Sampai sekarang daerah tersebut masih ditemukan jejak-jejak para pande besi maupun empu keris ( Salah satu yang cukup ternama adalah Almarhum Bapak Sumodadi ).
Keberadaan keris Empu Gandring saat ini memang masih misterius walaupun kesejarahannya tercatat dalam Serat Pararaton ( KItab Raja-Raja). Keris ini dianggap pemicu bencana turun temurun dalam suksesi kepemimpinan Singasari. Kutukan sang empu yang terbunuh oleh keris buatannya sendiri ini , dikisahkan terus menyertai Singasari bahkan sampai runtuhnya kerajaan berhaluan Tantrayana tersebut. Dari ujaran beberapa spiritualis yang pernah saya dengar, keris Empu Gandring dibuat dari bahan baku batu meteor sehingga elemennya sangat keras. Bahkan lumpang batu milik Empu Gandringpun hancur berkeping-keping ketika keris tersebut di uji coba oleh Ken Arok.
Empu Gandring sesungguhnya berniat membuat karya yang paling master piece sehingga rencana produksi diperkirakan memakan waktu 7 bulan. Selama itu pula Empu Gandring mengerahkan seluruh energi raga maupun spiritual guna menyempurnakan karya terbaiknya. Namun belum genap waktu yang ditentukan, Ken Arok selaku pengorder , telah meminta keris tersebut . Akibat belum selesainya seluruh proses, berbagai tuah buruk yang terdapat dalam keris belum berhasil ditaklukkan , bahkan Empu Gandring menambahinya dengan 7 setan dendam yang akan langsung bekerja saat dirinya tewas.
Lenyapnya Keris dan Kematian Tohjaya
Di riwayatkan kemudian berturut-turut 7 orang tewas oleh keris tersebut, salah satunya adalah Ken Arok sendiri. Keris Empu Gandring diperkirakan lenyap dalam perlarian Apanji Tohjaya, Raja Singasari yang hanya memerintah satu tahun ( 1249 - 1250). Kala itu dua keponakannya, Ranggawuni dan Mahesa Cempaka melakukan pemberontakan besar-besaran sehingga membuat Tohjaya terluka oleh tombak dan lari ke desa Katang Lumbang ( sekarang di sekitar Pasuruan). Sebelum mengungsi, Tohjaya sempat memerintahkan pengawalnya untuk membawa kabur keris Empu Gandring bersamanya. Celakanya, dalam pelariannya yang luka parah, sesuatu hal yang tidak mengenakkan dialami Tohjaya. Si pengawal pembawa keris sekaligus pemikul tandu bagian depan, melorot celananya sehingga nampaklah bagian belahan pantat. Bagi Tohjaya ini pertanda buruk, sebuah arti bahwa dia tidak akan pernah jadi Raja. Maka, meski dalam keadaan luka, Tohjaya turun dari tandu lalu menombak sang pengawal. Si pengawal secara refleks menghindar sekaligus menyerang balik dengan keris Empu Gandring yang sedang dibawanya. Dada Tohjaya jebol.
Pupuh Serat Pararaton yang saya temukan, meski tidak lengkap, menuliskan cuplikan kemarahan Tohjaya karena ketidak sengajaan pengawalnya tersebut :
Yogha kagyat sira Panji Tohjaya, malajeng kapisah, tinumbak tan kapisanan, marin ing geger, rinuruh den ing kawulan ira. Pinikul pinalayoken mareng Katang Lumbang. Kang amikul kasingse gadage, katon pamungkure. Ling ira Panji Tohjaya ring kang amikul: ‘Beciki gadagta katon pamungkure.’ Sangkan ing tan awet ratu dene silit iku.
Terjemahan bebasnya kira-kira dibawah ini :
Panji Tohjaya sangat terperanjat, lari terpisah, namun dia tertombak meski cuma sekali. Setelah keadaan kondusif, para pengawal (kawulan) mencari dan memikulnya ke Katang Lumbang. Saat memikul seorang pengusung tandu terlepas celananya sehingga tampaklah bagian bokong.
Panji Tohjaya membentak “Rapikan celanamu, pantatmu kelihatan. Aku tidak akan awet jadi Raja gara-gara pantat itu !"
Tohjaya dimakamkan dalam suasana sederhana dan sepi, bahkan dimungkinkan jenasahnya di tinggalkan begitu saja di Katang Lumbang oleh pengawalnya yang tersisa. Keris Empu Gandring sendiri nampaknya juga di buang di TKP sehingga sulit melacaknya lagi.
Keris Empu Gandring menjadi sangat populer di telinga banyak orang karena membayangi kehidupan raja-raja Singasari. Namun keris yang satu ini rasanya tak kalah spektakuler, bahkan bisa jadi 100 kali lebih hebat ketimbang keris Empu Gandring.
Pada bahasan sebelumnya saya telah menulis tentang sedikit sejarah keris, juga tentang sebuah keris lain yang cukup populer, yakni Keris Empu Gandring, mulai sejak proses produksi awal hingga masa kelenyapannya di daerah Katang Lumbang berbarengan dengan tewasnya Tohjaya.
Lalu keris apa sebenarnya yang bisa melebihi kemampuan fisik dan spiritual keris Empu Gandring ? Sekali lagi ini hanya hasil prediksi setelah melihat dan membandingkannya dengan POINT-KERIS EMPU GANDRING Anda boleh setuju tapi boleh saja tidak. Diskusi mengenai keris legenda sepertinya memang sulit berujung. Tapi inilah keris sakti yang lahir di masa Majapahit itu versi saya.
latar belakang penciptaan.
Perkembangan Majapahit menjadi sebuah kerajaan yang adikuasa dan super power, menjadikan pusat pemerintahan sebagai magnet dan daya tarik tersendiri bagi kaum urban. Apalagi kalau bukan untuk mengadu nasib.
Sebagai sebuah daerah yang mempertemukan berbagai elemen kerajaan dari pelosok wilayah nusantara, baik secara social, budaya, ekonomi maupun politik, tentu tidak lepas dari sejumlah permasalahan di tingkat arus bawah. Di tingkat pejabat pun sering sekali terjadi friksi yang bisa berujung pada pemberontakan seperti masa-masa kelam era Jayanegara. Kala itu, para Jenderal yang tergabung dalam Dewan Dharma Putra justru memberontak satu persatu dan terus menerus, bahkan hampir saja menumbangkan pemerintahan yang sah kalau saja seorang perwira menengah dari kompi kawal Bhayangkara bernama Dipa ( kelak bernama Gajah Mada), tidak berusaha mengembalikan raja ke tahta.
Meski akhirnya Jayanegara berhasil kembali ke tahta, raja muda ini malah mati di kamar sendiri akibat di bunuh oleh dokter pribadi bernama Ra Tanca.
Kematian Jayanegara menandai Orde Lama telah berakhir. Tribhuwana Wijaya Tunggadewi yang menggantikan kakak tirinya, menunjuk Dipa sebagai Rakryan Patih Majapahit pada tahun 1334. Sejak saat itu juga Dipa menggunakan nama Gajah Mada.
Meski perempuan, Tribhuwana nampak piawai dalam memimpin dan mengembangkan pemerintahan. Terbukti wilayah Majapahit menjadi sangat luas secara geografis. Gajah Mada sendiri juga terus menerus membuktikan Sumpah Palapanya untuk mewujudkan suatu wilayah yang kemudian di sebut Nusantara.
Konsentrasi Tribhuwana pada pengembangan wilayah politik ini secara otomatis juga berimbas pada perkembangan dunia kemiliteran. Majapahit banyak menetaskan para pakar senjata yang kemudian melakukan berbagai eksperiment persenjataan. Keris adalah salah satu obyeknya. Dimana-mana terjadi eforia keris. Bukan hanya para prajurit, orang awampun selalu membawa keris kemanapun mereka pergi (walaupun dalam upacara pernikahan - agaknya hal ini kelak menjadi tradisi orang jawa).
Saking luar biasanya trend ini, seorang anggota ekspedisi Cheng Ho, yang bernama Ma Huan membuat catatan di tahun 1416 tentang kebiasaan orang-orang Majapahit yang kemanapun pergi selalu membawa pu-la-t'ou (keris) dan diselipkan pada ikat pinggang.
Seiring dengan perkembangan di berbagai lini, mereka yang tak dapat mengikuti pesatnya kemajuan seperti tertinggalkan. Terjadi jenjang yang cukup lebar di Majapahit antara kaum jelata dengan kaum pengusaha maupun birokrat. Sejumlah gesekan terjadi di tingkat bawah maupun atas. Maka, untuk mengatasi hal ini, tercetuslah gagasan rekonsiliasi nasional guna menghalangi terulangnya sejarah pemberontakan seperti era orde lama ( Era Jayanegara).
DPR / MPR kemudian merumuskan suatu keputusan yang cukup fenomenal dalam asas gotong royong , yakni menciptakan sekaligus meluhurkan sebuah simbol persatuan kesatuan secara fisik maupun spiritual. Di wujudkan dalam bentuk keris yang dinamakan “ Keris Condong Campur “
Proses Produksi
100 orang pakar keris dan pakar spiritual berkumpul di pusat pemerintahan untuk melakukan konsolidasi membuat master plan. (bandingkan dengan keris empu Gandring yang hanya dikerjakan satu orang) Dalam diskusi yang panjang nan melelahkan, akhirnya berhasil diambil keputusan tentang bentuk dan elemen-elemen yang digunakan.
Mengacu pada wikipedia.org berikut ini keterangan kerisnya :
Keris ini merupakan salah satu dapur keris lurus. Panjang bilahnya sedang dengan kembang kacang, satu lambe gajah, satu sogokan di depan dan ukuran panjangnya sampai ujung bilah, sogokan belakang tidak ada. Selain itu, keris ini juga menggunakan gusen dan lis-lis-an.
Condong Campur merupakan suatu perlambang keinginan untuk menyatukan perbedaan. Condong berarti miring yang mengarah ke suatu titik, yang berarti keberpihakan atau keinginan. Sedangkan campur berarti menjadi satu atau perpaduan. Dengan demikian, Condong Campur adalah keinginan untuk menyatukan suatu keadaan tertentu.
Sayangnya, dalam proses produksi, tetap saja tidak terjadi titik temu. Masing-masing ahli saling menonjolkan kemampuannya sendiri sehingga dikabarkan, tuah dalam keris banyak berisi kegaiban buruk. Kekuatan spiritual yang ditanamkan saling berbenturan dan mengakibatkan keris Condong Campur memiliki watak mengerikan namun berkekuatan dahsyat.
Lenyapnya Keris
Meski telah berwujud, perseteruan panjang masih terus berlanjut diantara 100 empu tersebut. Perpecahan kembali terjadi. Masing-masing golongan menciptakan keris tandingan yang tujuannya adalah untuk menghancurkan Keris Condong Campur.
Keris tandingan pertama di beri nama “Sabuk Inten”, yang artinya Ikat Pinggang Permata. Produksi keris ini di dukung oleh kalangan bisnisman dan pejabat tinggi. Keris dari golongan kedua diberi nama “Sengkelat “ yang artinya “ Sengkel Atine ( Jengkel Hatinya ) “. Produksi keris Sengkelat di dukung oleh kaum anti kemapanan yang terpinggirkan.
Konon, suatu malam Keris Sabuk Inten di lepaskan untuk mengadu kesaktian dengan Keris Condong Campur. Dua tuah sakti berikut para pengikut gaibnya bertempur di udara dengan gegap gempita. Bumi bergetar dan langit penuh cahaya. Pertempuran gaib ini dimenangkan oleh Condong Campur, sementara Sabuk Inten menyelamatkan diri dengan bersembunyi pada kedalaman bumi.
Pada malam yang lain, ganti Sengkelat yang diluncurkan menghantam kedudukan Condong Campur. Kekalahan Sabuk Inten rupanya menjadi pelajaran bagi operator Sengkelat untuk memperkuat kesaktian keris tersebut. Dukungan berduyun-duyun secara spiritual dari kalangan arus bawah membuat Sengkelat berhasil memukul mundur posisi pertahanan Condong Campur. Keris itupun melarikan diri bersembunyi di antara galaksi jagad raya. Sebelum kabur, Condong Campur sempat membuat ikrar, bahwa dirinya akan datang kembali ke bumi pada masa 500 tahun ke depan untuk membuat bencana dan parade kematian.
KERIS SAKTI MPU GANDRING
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTqaJKHNXwTyos17WMymnrgd-_73SF_NRc7Rwj8i2FnDMEBtoCCL-XoNcKMb-3eF_DlDQD_2R6Fk8Lkv_veIqVLgbi5H3TExwoXI0r-cA5XwiixeoGBQ0PGOx_inyMxfGIbc5QHlYw0Ng/s72-c/EMPU+KERIS.jpg